Sabtu, 26 Januari 2013

Saatnya Jalan Berbayar & Pembatasan Kendaraan Diterapkan


Ilustrasi kemacetan (Foto: Dok Okezone)
Ilustrasi kemacetan (Foto: Dok Okezone)
JAKARTA - Problem kemacetan yang semakin akut, terutama di kota-kota besar di Indonesia, tak hanya mengakibatkan kerugian materi namun juga non materi. Angkanya pun fantastis, baik yang bisa dinominalkan maupun yang tidak.

Pendataan potensi kerugian secara material akibat kemacetan Dinas perhubungan DKI pada 2010 saja menemukan angka Rp45 triliun akibat kehilangan waktu. Sedangkan akibat pemborosan bahan bakar mencapai Rp28 triliun lebih per tahun. Namun, Kementerian Perekonomian mencatat kerugian mencapai angka Rp27 triliun akibat operasional kendaraan dan pemborosan BBM. Oleh sebab itu, diperlukan terobosan guna mengatasi persoalan ini. Salah satunya berupa keberanian pemerintah menerapkan pembatasan kepemilikan kendaraan.

“Harus ada kebijakan menyangkut kepemilikan kendaraan pribadi, agar orang tidak bebas memiliki kendaraan pribadi semaunya, terutama di kota-kota besar di Indonesia yang tingkat kemacetannya sudah akut seperti Jakarta,” ujar anggota Komisi Perhubungan DPR Marwan Ja`far kepada Okezonedi Jakarta, Minggu (26/1/2013).

Politisi senior Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menegaskan bahwa mengatasi macet butuh tindakan konkret. Selain opsi pembatasan kendaraan pribadi di atas, Marwan juga mengusulkan kepada pemerintah agar segera menerapkan kebijakan jalan berbayar, seperti yang sudah sukses diterapkan oleh Singapura. Toh, payung hukum kebijakan ini sudah tersedia.

“UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bisa dijadikan landasan untuk penerapan ERP ini,” terang Marwan.

Opsi lain guna mengurai benang kusut persoalan kemacetan, menurut Marwan, adalah penerapanan pola transportasi massal secara komprehensif, tidak parsial, dan untuk kepentingan jangka panjang. Sebab, pembangunan jalan secara horizontal sangat sulit karena minimnya lahan dan pembebasan lahan yang sering memakan waktu lama.

Dalam kaitan ini, tak ada pilihan lain yang lebih strategis bagi pemerintah kecuali fokus memikirkan bagaimana mewujudkan transportasi massal yang efisien, aman, nyaman, dan terjangkau baik untuk barang dan manusia. Misalnya mass rapid transit dalam bentuk sub way, light rail transit dalam bentuk monorail, bus rapid transit dalam bentuk bus way, serta water ways seperti kapal motor, yang bisa menghubungkan semua wilayah di satu kawasan seperti Jabodetabek.

“Tentunya dengan tidak menafikan harus tersedianya infrastruktur penunjang proyek tersebut terlebih dahulu, bagaimanapun caranya,” cetus pria asal Pati, Jawa Tengah tersebut.

Sembari menunggu terealisasinya proyek angkutan massal yang baru, kata Marwan, pemerintah juga harus membenahi angkutan massal yang sudah tidak layak pakai baik dengan peremajaan atau melakukan penggantian yang baru sekaligus menertibkan dan mengatur trayek agar tidak tumpang tindih yang justru menimbulkan kemacetan baru. Misalnya, mengatur bus sedang untuk jalan kolektor atau penghubung antar wilayah dan mikrolet untuk melayani angkutan lingkungan.

Marwan khawatir bila pemerintah tak segera bertindak, maka kemacetan akan terjadi di mana-mana. Pasalnya, puncak musim hujan diperkirakan jatuh pada bulan Februari mendatang, tapi masalah kerusakan infrastruktur karena banjir sudah terjadi di mana-mana. Tidak hanya di Jakarta, bahkan di daerah lain juga terjadi.

Akibat kerusakan infrastruktur tersebut, terutama jalan dan jembatan, berakibat pada kemacetan lalulintas. Kemacetan tentu berimbas pada perekonomian nasional. Seperti banjir yang terjadi di Jakarta beberapa saat yang lalu kerugiannya diperkirakan mencapai puluhan triliun rupiah.

“Kita ambil contoh beberapa waktu lalu terjadi kemacetan di tol Jakarta-Merak yang kerugiannya mencapai puluhan miliar per hari, tinggal mengalikan berapa hari macetnya. Begitu juga akibat tanah longsor di Puncak-Bogor, diperkirakan menelan kerugian hingga Rp18 miliar lebih. Sedangkan untuk kerugian secara ekonomi dari dampak kemacetan non material belum ada yang melakukan penghitungan yang konkrit. Tapi paling tidak hal itu bisa menjadikan renungan kita bersama bahwa kemacetan adalah salah satu masalah besar kita bersama yang harus segera dicarikan solusi,” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar